assalamualaikum.....

Selamat datang di taman hati mumtaz, semoga blog ini bermanfaat bagi yang membacanya.....

Monday, June 20, 2011

mencari teman bercinta

MASIH sulit baginya melupakan gadis itu. Suara merdu sang gadis selalu terngiang di telinganya. Langkahnya sering menari-nari di pelupuk matanya. Dan pertemuan kemaren adalah puncak dari rasa itu bergejolak dalam dadanya. Sebenarnya ia tidak ingin lagi mengikuti English Course itu. Cukuplah sekali dan terakhir. Tapi di sisi lain, ia ingin melatih dan mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Ia tidak bisa menjamin akan ada peluang datang setelah ini.

Gadis itu memang begitu menggoda jiwa kelelakiannya. Seorang gadis yang cerdas dan cantik menurut pandangannya. Rasanya baru sekarang ia menemukan gadis seperti itu. Selain bahasa Inggrisnya yang sangat bagus, tutur katanya lembut dan menawan hati.
[][][]

"Feri, aku tak ingin lagi ikut English Course," ucapnya saat itu selepas mengikuti kursus bahasa Inggris pada Feri, koordinator sekaligus yang mengajaknya ikut kursus itu.

Feri seorang mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadits di Universitas Al-Azhar, Kairo. Sebagai seorang lulusan Pesantren Darussalam Gontor dan pernah menjadi Bagian Penggerak Bahasa di Pesantren, Feri sangat mumpuni dalam bahasa Inggris. Kalau berbicara dengannya seolah-olah serasa tengah berbicara dengan native speaker. Feri memang jagonya berbahasa Inggris sewaktu di Pesantren dulu. Dalam beberapa kesempatan ia sering memenangkan perlombaan yang pernah ia ikuti. Lomba pidato bahasa Inggris, lomba membaca kitab Tafsir dan menerangkan dengan bahasa Inggris, lomba menulis makalah dengan bahasa Inggris, lomba membuat puisi dengan bahasa Inggris, lomba membuat naskah drama dengan bahasa Inggris, dan berbagai perlombaan bahasa Inggris bergengsi lainnya. Di Kairo, Feri telah menulis buku percakapan sehari-hari dalam bahasa Inggris.

Hal itulah yang membuatnya tertarik dengan ajakan Feri. Ia menyesal dulu sewaktu masih di Aliyah ia begitu antipati dengan bahasa Inggris. Ia bahkan benci dengan bahasa Inggris. Bukan karena sulit dan guru yang mengajar tidak pintar, tapi ia membenci bahasa itu, karena bahasa itu berasal dari negeri Barat, dan negeri Barat adalah sumber dari segala kebobrokan moral dan agama. Ketika ia menonton film-film Barat di televisi ia sering merasa jijik dan bahkan mau muntah-muntah ketika melihat wanita-wanita Barat tidak berpakaian sebagaimana yang diajarkan dalam Islam.

Tapi setelah ke luar dari Aliyah dan kuliah di Mesir, ia baru menyadari betapa pentingnya menguasai bahasa Inggris di zaman ini. Bahasa Inggris sudah menjadi bahasa dunia dan setiap orang mau tidak mau harus menguasai bahasa yang satu ini. Informasi dunia saat ini banyak disampaikan dengan bahasa Inggris. Pemberitaan tentang berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi dan di dunia Islam juga banyak menggunakan bahasa Inggris. Ia sering kali merasa kikuk ketika menggunakan komputer dan internet, karena ia merasa masih sulit untuk memahami bahasa Inggris dengan baik dan benar.

"Kenapa, Faiz?! Bukankah kamu baru mengikuti tiga pertemuan. Kalau kamu ingin pintar berbahasa Inggris kamu harus giat dan bersungguh-sungguh mengikutinya. Saya jamin jikalau kamu bersungguh-sungguh dalam jangka waktu setengah tahun kamu sudah mampu berbahasa Inggris dengan baik," jelas Feri pada Faiz.
"Iya, saya baru mengikuti tiga pertemuan, tapi hati saya merasa kurang nyaman."
"Kurang nyaman bagaimana," tanya Feri.
"Saya tidak terbiasa berkumpul-kumpul dengan cewek-cewek."
"Kalau itu masalahmu bukankah kamu bisa bersikap wajar dengan tidak memperhatikan cewek-cewek itu."
"Saya sudah berusaha Fer, tapi hati, pikiran dan pandangan saya masih sulit untuk saya kontrol."
"Saya kira kondisi yang kamu hadapi dan dihadapi teman-teman yang lain tak jauh berbeda dan saya lihat mereka asyik-asyik saja, nggak ada masalah."
"Mungkin kami berbeda dan mungkin mereka sanggup untuk mengontrol hati dan mata, tapi bagi saya masih sulit untuk melakukannya, saya takut akan terperangkap pada zina mata, hati, dan pikiran."
"Lalu rencanamu untuk belajar dan melatih bahasa Inggris nggak ingin dilanjutkan?"
"Saya juga masih bingung Fer, menurut kamu bagaimana?"
"Menurut aku, kamu ikuti saja kursus ini, nggak usah kamu hiraukan cewek-cewek itu, anggap saja mereka batu atau apalah gitu. Apa kamu nggak merasa rugi berhenti dari kursus ini, sedangkan kesempatan ini mungkin hanya datang sekali ini."
"Tapi, jika terus aku ikuti, shalat ku nggak bisa khusyuk Fer, doaku, baca al-Quranku dan juga ibadahku yang lainnya."
"Ah, kamu ini laki-laki lemah Faiz, menghadapi cewek-cewek saja kamu sudah seperti ini, bagaimana nanti kamu akan menjadi seorang da`i dan pemimpin di tengah umat, kalau sekarang kamu takut dengan wanita?"
"Soal urusan nanti, itu nanti bisa dipikirkan Fer, kalau sekarang kayaknya aku belum bisa menghadapi wanita."
"Kalau begitu ya terserah kamu saja, aku tidak akan memaksamu, Faiz."
"Iya Fer, maafkan aku atas sikapmu ini, semoga kamu bisa maklum."

Sejak saat itu Faiz tidak lagi mengikuti kursus itu. Baginya iman dan hatinya lebih utama ia jaga. Ia tidak ingin bangunan ketaatan dan keimanan yang selama ini ia pertahankan menjadi rubuh akibat dosa dan maksiat yang ia lakukan. Ia hanya berdoa kepada Allah agar memberinya ganti yang lebih baik dan pahala atas keputusan yang ia ambil. Baginya iman di dada lebih mahal harganya dari kecantikan wanita manapun. Iman di dada adalah surga yang dimiliki orang-orang beriman. Apalah artinya hidup dan kesenangan yang diraih kalau hati kosong dari iman, kalau hawa nafsu telah menghapus rasa takut pada Allah dari hati.
[][][]

"Bang Feri, mana teman abang yang kemaren ikut dengan kita?" tanya seorang peserta kursus English Course setelah kursus usai.
"Maksud Rima siapa?"
"Itu lho bang yang suka nunduk-nunduk itu kalau kita lagi ngumpul-ngumpul," jawab Rima sambil sedikit tersenyum.
"Ooo Faiz, ia tidak ingin ikut lagi. Sudah berhenti."
"Lho kok berhenti, emangnya kenapa bang?"
"Nggak tahulah, nggak paham juga alasannya."
"Memangnya ada diantara kita yang telah menyakiti perasaannya?"
"Nggak, bukan itu sebabnya."
"Lalu apa bang, dia cerita apa sama abang."
"Katanya, ingin menjaga mata, hati, pikiran dan ibadahnya. Ia tidak biasa ngumpul-ngumpul sama cewek-cewek, bisa merusak iman dan ibadah."

Rima terdiam sejenak saat kalimat-kalimat itu bersentuhan dengan telinganya, lalu masuk ke otaknya, dan dengan cepat ia teringat dengan sebuah memori yang dulu pernah tersimpan dalam pikirannya.
"Ooo gitu sebabnnya ya bang."
"Iya Rima, abang sudah bilang sama dia bagaimana kamu akan berdakwah di masyarakat kalau menghadapi perempuan saja takut dan kikuk, kamu itu lemah Mif, kata abang padanya."
"Lalu dia jawab apa bang?"
"Dia jawab apa ya, iya dia bilang, yang penting ia nggak ingin hati dan pikirannya terkotori saat ini, iman lebih utama dipertahankan dari yang lainnya."

Rima tidak lagi menanggapi. Ia hanya terdiam dan pikirannya terus melayang pada memori yang dulu pernah terekam kuat dalam pikirannya sebelum berangkat ke Mesir. Rima adalah seorang mahasiswi jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, tingkat tiga. Ia alumni pesantren Darun Najah, Jakarta. Bahasa Inggrisnya sangat bagus dan sering kali memenangkan berbagai perlombaan di Pesantren dan di luar Pesantren sewaktu masih mondok dulu. Prestasi-prestasi yang pernah diraih Rima tidak jauh berbeda dengan Feri. Karena itulah Feri sering kali terlihat dekat dengan Rima. Kedekatan itu sebenarnya punya maksud tersendiri. Feri tertarik dan menyukai Rima. Seorang gadis periang, terbuka dengan banyak orang, halus tutur kata, lembut berbicara, anggun dan juga cantik. Banyak teman-teman Feri yang secara diam-diam sering memperhatikan Rima saat ia sedang berbicara dalam English Course. Mereka terpesona. Terpesona pada kelembutan suaranya, kehalusan kata-katanya, kefasihan bahasa Inggrisnya, keluasan wawasannya dan ke-elokan rupanya yang tak kalah cantik dari divapop tersohor.

Apalagi Rima suka mengenakan jilbab biru muda, keindahan parasnya semakin mempesona banyak orang yang melihatnya. Bagai seorang bidadari yang turun ke bumi. Beberapa orang mahasiswa dulu pernah mencoba melamarnya, tapi ia sering kali menolak lamaran dengan alasan ingin selesai kuliah dulu. Walau sebenarnya alasan penolakan itu bukan disebabkan oleh ketidaksiapannya menikah saat kuliah. Ada satu alasan yang selama ini ia rahasiakan dan tidak diketahui banyak orang.
[][][]

"Bagaiman nak, udah punya calon untuk dijadikan istri?" tanya ibu Faiz saat ia menelpon ibunya.
"Belum dapat, bu. Ibu sabar aja dulu, Faiz juga masih mencari sekarang."
"Jangan terlalu banyak pilih Iz, asalkan kamu lihat baik agama dan akhlaknya dan ia merasa cocok denganmu, kamu juga merasa cocok dengannya, segerakan saja."
"Iya bu, insya Allah."
"Jangan insya Allah terus, sejak dulu, kamu insya Allah terus, sudah hampir setahun, masa belum dapat satu orangpun mahasiswi disana yang cocok. Ibu sudah tua Iz, kakakmu semuanya sudah menikah, ibu ingin sebelum meninggal melihatmu menikah, setelah itu ibu akan merasa tenang mendampingi ayahmu di alam sana. Kalau kamu takut soal biaya, kakak-kakakmu kan banyak yang bisa membantu."
"Iya bu, insya Allah, Faiz akan terus berusaha mencari calon istri yang baik dan cocok, mohon doanya bu."
"Ibu selalu mendoakan kamu, Iz."

Faiz selama ini telah berusaha keras mencari calon istri yang cocok di hatinya. Sudah lima foto diajukan padanya. Tapi ia belum menemukan gadis yang sesuai. Sampai Ustadz Hilmi yang selama ini membantunya mencarikan calon istri menganggapnya terlalu banyak pilih mencari istri.

"Kalau kamu begini terus, aku juga capek Faiz. Sampai tua kamu nggak akan menikah," ucap Ustadz Hilmi saat itu, ketika foto yang ke lima yang diajukan padanya ia tolak karena setelah ia istikharahkan ia merasa nggak sreg.

Saat ini gadis yang membuat hatinya mabuk adalah Rima. Gadis bermata bening dan berkulit putih bersih. Gadis yang saat betatap muka dengannya membuat hatinya berdesir dan bergetar. Gadis yang anggun, lembut dan cerdas. Menurutnya Rima adalah gadis yang tepat dan sesuai dengan kriteria yang ia pasang. Tapi ia sendiri merasa bingung bagaimana mengatakan itu pada Rima. Minta tolong lagi pada Ustadz Hilmi ia merasa malu. Dan ia rasakan ustadz Hilmi sudah merasa capek meladeninya yang selama ini suka menolak tawaran beliau.

Hanya satu tempatnya mengadu saat ini. Hanya Allah semata, yang mengetahui segala sesuatu. Hanya Allah yang akan mampu menolongnya dan memberikan jalan keluar. Ia bertekad dalam beberapa hari ini ia akan bangun di tengah malam dan memohon kepada Allah agar memberinya petunjuk dan jalan keluar.
[][][]

Sudah tiga hari Faiz melakukan shalat istikharah. Hatinya merasa mantap untuk memilih Azima Karima. Bahkan pagi tadi menjelang subuh ia melihat Rima dalam mimpinya datang padanya dan mengulurkan tangan, saat ia ingin mengambil tangan itu, azan berkumandang dan iapun terbangun.

"Betulkah mimpi itu, atau hanya permainan setan karena selama ini hatiku memang telah tertarik duluan pada Rima? Hanya Allah yang tahu," gumamnya dalam hati.
"Tapi, mana mungkin Rima mau menikah denganku. Rima cocoknya dengan Feri, sama-sama hebat bahasa Inggrisnya." Ia kembali merasa ragu untuk melangkah.

Setelah shalat subuh hp-nya berdering. Menandakan ada sms yang masuk. Ia chek, dari nomor yang tidak ia kenal. Ia buka lalu ia baca isi sms itu.
"Assalamu`alaikum bang Faiz, maaf jika sms ini mengganggu abang, jika abang ada waktu luang selepas shalat Jum'at nanti, tolong bang chek e-mail, ada surat dari saya untuk abang, wassalam- Bintu Saifullah."

Hatinya bertanya-tanya, siapa gerangan yang mengirim sms, ia seperti tidak kenal dengan yang namanya Bintu Saifullah.
"Ah, sudahlah nanti akan tahu sendiri email dari siapa," gumamnya.

Setelah shalat Jum`at di mesjid Ar-Rasul di kawasan Madrasah ia mampir ke warnet Africano. Ia bertemu dengan Feri yang tengah chating dengan adiknya yang di Indonesia. Biasanya Feri kalau chating dengan adiknya seringnya di warnet Africano karena lokasi flat-nya tak jauh letaknya dari warnet tersebut.
"Dah lama Fer?" tanyanya menyapa Feri.
"Baru lima menit," jawab Feri singkat sambil melanjutkan chating dengan adiknya.
"Kamu ngapain ke warnet, Iz?"
"Ada perlu sedikit, chek email dari kawan-kawan."
"Ooo.."

Faiz memanggil petugas warnet, ia meminta komputer nomor delapan agar diaktivkan. Penjaga warnet segera menyambut permintaan Faiz. Sudah hampir sebulan Faiz tidak ke warnet. Mungkin banyak email yang telah masuk ke inbox-nya. Dan pas ia buka, ternyata banyak email yang masuk, jumlahnya mendekati seratus email. Karena ia juga bergabung di beberapa forum milis mahasiswa dan belum sempat ia buatkan folder khusus.

Ia mencari email dari Bintu Saifullah. Tidak ia temukan. Ia klik next, belum ia temukan, ia klik next lagi, akhirnya email itu ia temukan, di bagian paling bawah. Email itu ia buka dengan dada bergemuruh. Siapa gerangan Bintu Saifullah. Ia baca emaill tersebut.

Assalamu`alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat iman dan islam yang ia anugerahkan pada kita, semoga kita senantiasa berada di jalan-Nya, hingga kematian datang menjemput, amin. Saya berharap bang Faiz dalam keadaan sehat saat membaca email ini. Amin.
Bang Abdurrahman Faiz yang dirahmati Allah,
Sejak sekian tahun aku cukup lelah mencari mutiara. Namun sejak pertemuan beberapa waktu yang lalu aku merasakan bahwa mutiara itu kini telah ku temukan.
Semenjak aku mengenal abang, aku cukup sering memperhatikan gerak-gerik abang, pandangan mata, tutur kata, dan sikap abang. Apalagi setelah aku mengetahui sebab pengunduruan diri abang dari English Course aku semakin yakin dengan yang ku rasa. Abang adalah pilihan yang tepat menurutku. Itupun diperkuat dengan shalat istikharah yang ku lakukan sejak beberapa hari ini. Hatiku semakin condong pada abang. Dan terakhir tadi malam dalam mimpi aku melihat abang, memakai gamis putih tengah berdiri di sebuah taman yang hijau, lalu abang memanggilku untuk datang. Ada kekuatan yang mendorongku, sampai akhirnya kita bertemu, dan tatkala aku ingin mengulurkan tangan pada abang, ku dengar sebuah suara dari arah yang tak ku ketahui, suara itu berkata, "Kalian belum halal bersentuhan, halalkanlah dengan ikatan pernikahan!"
Bang Faiz yang dirahmati Allah,
Apa yang aku lihat pada diri abang, pesan dari ayah padaku sebelum berangkat ke Mesir, shalat istikharahku selama ini dan mimpiku serta apa yang ku rasakan saat ini, menjadi penguat langkahku untuk menyerahkan diri ini pada abang.
Aku berharap abang bisa memaklumi suratku ini, surat pengharapan dari seorang wanita yang ingin halal bagi seorang laki-laki soleh yang takut dan mencintai Allah. Aku mohon maaf jika suratku begitu lancang. Semoga bang Faiz dapat memakluminya.
Salam maaf dariku,
Azima Karima binti Saifullah

Saat membaca email tersebut tanpa terasa kedua pipi Faiz basah. Ada banyak rasa menyelinap dalam hatinya. Rasa syukur tak terhingga pada Allah. Rasa bahagia yang tiada tara. Ia ingin cepat pulang ke rumah dan setiba di rumah ingin lansung sujud syukur pada Allah atas nikmat tak terkira yang saat ini ia rasakan. Allah telah meng-ijabah doanya selama ini. Allah mengetahui rasa yang bergejolak di hatinya. Kini, gadis yang selama ini memabukkan hatinya telah dengan penuh tulus menyerahkan dirinya padanya. Adakah kebahagiaan yang melebihi itu, kebahagiaan seorang laki-laki menikahi gadis solehah yang selama ini menjadi dambaan hatinya.

Tak sampai satu bulan semua surat-surat nikah telah selesai diurus dan dikirimkan dari Indonesia ke Kairo. Akhirnya di pertengahan bulan Maret, 2010 dilansungkan akad nikah dan walimah di Mesjid As-Salam, Kairo. Pernikahan Abdurrahman Faiz dengan Azima Karima.

Pesta walimah dihadiri banyak tamu. Dua kekeluargaan bertemu dalam ikatan silaturahmi. Kekeluargan Minang dan Keluarga Pelajar Jakarta. Faiz dari Minangkabau dan Azima Karima dari Jakarta. Saat bersalaman usai acara walimah Feri membisikkan sesuatu di telinga Faiz,
"Kamu beruntung Faiz, kamu lebih hebat dari aku, aku salut padamu. Wanita yang selama ini ku incar dan damba telah kamu rebut. Tapi aku ikhlas kok. Doakan aku yah, semoga diberikan ganti yang lebih baik, amin."

Semua mahasiswa yang bersalaman dengan Faiz banyak yang membisikan hal serupa, mereka memuji keberuntungan Faiz. Bahkan menanyakan bagaimana Faiz bisa menundukkan hati gadis seanggun dan secerdas Rima sampai mau menikah dengannya. Faiz hanya menjawab,
"Tundukkanlah hati makhluk dengan ketaatan pada Sang Khalik."
Sebuah jawaban yang singkat, padat dan sarat makna.

Selepas shalat maghrib mereka diantar ke flat yang telah disiapkan. Di sebuah Apartemen dekat mesjid Al-Faruq, Musallas. Rumah itu telah dihiasi dengan indah dan cantik oleh Tim Dekorasi dari Mahasiswi Minang. Dalam perjalanan ke flat, Faiz lebih banyak diam dan gemetar. Ia masih kikuk dan hatinya berdesir hebat. Rima dapat memaklumi hal itu.

Setelah semua tamu pulang. Faiz memeriksa rumah, pintu dan kunci. Lalu ia masuk ke dalam kamar. Hatinya masih bergemuruh dan dadanya bergetar hebat. Nafasnya naik turun tidak beraturan. Ia berjalan menunduk mendekati Rima. Apa yang ia lihat di hadapannya seperti bidadari yang turun dari sorga ke bumi. Malam itu Azima Karima begitu anggun dan penuh pesona. Begitu cantik, ranum dan segar. Jiwa kelelakiannya seolah tak sabar untuk mereguk cinta suci gadis yang selama ini ia damba dan memabukkan hatinya.

"Dik Rima, boleh abang bertanya," tanya Faiz dengan menunduk-nunduk.
"Tanyakanlah apa saja duhai cintaku, akan ku jawab pertanyaan kanda dengan cinta yang menyesak di dada."
Hati Faiz bergetar hebat mendengar suara yang begitu lembut dan indah. Suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Inikah suara Rima yang asli, yang lembut, menyegarkan, dan mampu mengaduk-aduk rasa di dada.
"Oh Tuhan, adakah nikmat yang lebih indah di dunia dari seorang istri solehah dan cantik setelah iman pada-Mu," ucapnya dalam hati.
"Rima dulu pernah mengatakan dalam email 'pesan dari Ayah pada Rima sebelum berangkat ke Mesir', apakah pesan itu?"
"Abang Faiz, dulu ayah Rima pernah berpesan pada Rima,
"Jikalau dalam perjalanan Rima menuntut ilmu di Mesir menemukan seorang laki-laki yang takut pada Allah, rela meninggalkan kesenangan, cita-cita, obsesinya demi menjaga cintanya pada Tuhannya, demi mempertahankan iman di dalam dadanya, demi memelihara nikmatnya shalat, berdoa dan membaca al-Qur`an, itulah laki-laki sejati dambaan ayah. Apabila Rima menemukannya nanti, ajaklah ia menikah. Walau ia miskin dan kurang begitu gagah, itu tidak menjadi ukuran dan patokan bagi ayah."
"Anakku, laki-laki semacam itulah yang harus dicari dan dijadikan teman hidup, laki-laki yang selalu ingat pada Tuhannya dimanapun ia berada. Di zaman sekarang ini, sulit mencari laki-laki seperti itu, karenanya ketika Rima menemukannya, jangan tunggu lagi, cepatlah bertindak, sebelum kesempatan itu hilang dan engkau akan menyesal nantinya."
"Itulah laki-laki yang akan dijadikan teman bercinta, teman menuju akhirat, ayah dari keturunanmu kelak. Wajah yang gagah tidak menjamin ke sorga, harta yang melimpah tidak menjamin ke sorga, kedudukan yang tinggi dan martabat yang mulia tidak menjamin ke sorga, hanya iman dan amal soleh yang menjadi bekal untuk selamat dan bahagia dunia akhirat".
"Begitulah pesan ayah pada Rima dulu sebelum berangkat ke Mesir. Dan ciri-ciri itu Rima temukan pada diri abang. Apalagi setelah Rima bertanya pada bang Feri alasan abang mengundurkan diri dari English Course, Rima merasa apa yang selama ini Rima cari telah Rima temukan. Saat itu Rima menelpon ayah, ayah menyarankan Rima mengadukan pada Allah dalam shalat istikharah, jika Allah menentukan itu jodoh Rima, insya Allah jalan kemudahan dan kemantapan di hati akan terbentang, kata ayah."

Hati Faiz gerimis mendengar kata-kata Rima, matanya berkaca-kaca. Ia kemudian sujud syukur, bersyukur pada Allah bahwa apa yang ia lakukan selama ini telah dibalas oleh Allah. Ia sering kali berdoa pada Allah, agar diberi ganti yang lebih baik atas keputusannya berhenti dari English Course. Dan kini Allah telah mendatangkan ganti itu, dengan menjadikan sesuatu yang sebelumnya haram menjadi halal dengan ikatan pernikahan. Kini ia bisa lebih leluasa dan banyak belajar serta berlatih bahasa Inggris pada Rima, istrinya. Ia semakin yakin dengan janji Allah dan rasul-Nya. Ia telah membuktikan hadits Rasul yang berbunyi,
"Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberinya ganti yang lebih baik." Maha suci Allah.

Kemudian Faiz berkata pada Rima,
"Duhai cintaku, permata hatiku, belahan jiwaku, sayap kehidupanku, tahukah Rima siapa wanita yang telah memabukkan rasa cinta di hati abang sehingga abang mengundurkan diri dari English Course? Wanita itu engkau wahai Azima Karima. Engkaulah wanita itu. Wanita yang selama ini membuat hatiku berdesir setiap kali bertatap denganmu. Yang sering membuat dadaku bergemuruh ketika berhadapan denganmu. Namun cintaku pada Allah lebih berharga untuk ku bela. Demi cintaku pada Rabb-ku dan demi menjaga iman di dadaku, ku tinggalkan English Course itu agar aku tidak lagi bertemu denganmu, agar hatiku tak lagi dirundung duka cinta dan rindu yang tak tertahankan."

Tanpa terasa butiran-butiran hangat membasahai kedua pipi Rima. Dalam hati ia sangat bersyukur pada Allah atas karunia seorang suami soleh yang Allah berikan padanya.

Malam itu mereka beribadah pada Allah dengan deburan ombak cinta yang menyesak di ruang dada. Usai shalat dua rakaat, mereka membaca al-Quran hingga menjelang waktu subuh. Mereka berharap agar kelak generasi yang akan lahir dari buah cinta mereka adalah generasi Qur`ani yang senantiasa membaca al-Qur`an, mencintainya, menghafalkannya, mengamalkan isinya, menyampaikannya pada seluruh umat manusia. Mereka menikah karena Allah dan akan senantiasa berjalan di atas rel yang telah digariskan Allah.

No comments:

Post a Comment